Dulu, dulu sekali. Ketika seragam merah putih itu melekat di badanku, aku hafal salah satu pasal di UUD'45 yaitu pasal 34 ayat 1 yang bunyinya:
"Fakir miskin dan Anak terlantar dipelihara oleh negara".
Sebatang rokok menemaniku berpikir, apakah aku salah ingat akan isi pasal tersebut?
Bis demi bis mengeluarkan asap hitam dari knalpot, menambah pekat udara kotor di ibukota ini. Aku duduk di halte sambil memperhatikan anak-anak kecil yang dengan ukulelenya bernyanyi menghadap kaca jendela mobil-mobil yang berhenti di lampu merah.
Aku kembali mengingat isi pasal yang aku sebutkan tadi. Benarkah aku salah ingat? Atau negara ini yang pura-pura lupa ada pasal tersebut?
Bagaimana mungkin anak kecil itu harus tidur tanpa alas di pinggiran jembatan, bangun tidur lalu mencari makan dengan mengumpulkan koin hasil menjual suara di tengah terik, atau bahkan mereka selalu dihinggapi ketakutan kalau tiba-tiba polisi pamong praja atau petugas kamtib membawa paksa mereka untuk "dibina". Ingin tertawa aku, apanya yang dibina jika anak-anak jalanan itu ditangkap lalu dibebaskan dengan uang tebusan. Tidak malukah pejabat negara ini pada kaum marjinal yang berguru kehidupan dijalan?
Negara yang harusnya menghidupi mereka. Bukan uang tebusan dari kaum jalanan yang digunakan untuk menghidupi pejabat-pejabat negara.
Kadang jika aku melihat anak-anak itu mengais rejeki di jalan, aku malu pada diriku. Aku mahasiswa, pakaianku rapih, bersih, tapi kemampuanku masih sebatas menadahkan tangan pada orang tuaku. Lebih parahnya, aku bangga pada kekayaan yang dimiliki orang tuaku.
Aku mungkin tidak sanggup harus hidup di jalan seperti anak-anak itu. Ya, aku memang patut bersyukur atas nikmat Tuhan. Sebagai sesama manusia aku harus peduli pada mereka yang kurang beruntung seperti anak-anak jalanan ini.
Tapi sebentar, lalu apa gunanya pemerintah? Dimana kewajiban mereka yang seharusnya memberi kehidupan lebih baik pada rakyatnya yang kurang beruntung. Ooh, miris sekali aku melihat kehidupan negaraku.
Bis yang aku tunggu datang. Aku duduk di kursi belakang. Kali ini perjalananku pulang dari kampus dihibur oleh seorang anak lelaki yang kira-kira umurnya dua belas tahun.
"Maju tak gentar, membela yang benar", nyanyi anak itu dengan gitar usangnya.
Ya, aku terkejut karena ia menyanyikan lagu kebangsaan. Lain dari pengamen kebanyakan. Begitu cintanya ia pada negerinya, tanpa harus ia pikirkan apakah negeri ini juga mencintainya.
Maju tak gentar dan Garuda pancasila adalah pilihan lagu anak lelaki itu untu menghibur bis jurusan grogol - kp.rambutan siang itu. Saat kaum berpendidikan mungkin sudah lupa dengan lirik lagu-lagu tersebut, dengan lantang dan bangganya, pengamen cilik itu bernyanyi berharap suaranya bisa menghibur penumpang.
Selembar seribuan aku masukkan ke dalam plastik bekas wadah permen. Senyum tulus terimakasih terpancar dari raut wajahnya yang hitam mungkin karena karbon monoksida.
"Semoga kau dan teman-temanmu menjadi anak bangsa hebat yang lahir dari kerasnya hidup di jalanan", doaku dalam hati
Selengkapnya...
Kita Untuk Mereka
Selasa, 21 September 2010
(Fiksi) Anak Jalanan juga Anak Bangsa
(Fiksi) Ya. Beni autis, lalu?
Namanya beny, usianya lima tahun. Kini aku hanya bisa menatap anak lelaki yang telah terbujur kaku di dalam peti jenazah itu.
Aku dinding rumah Beny. Aku adalah saksi bisu sekaligus tempat Beny meregang nyawa.
Kini tak ada lagi tawa lepas Beny saat berputar merentangkan tangan bak pesawat terbang. Tak ada lagi keseriusan Beny saat melihat semut yg berjalan beriring.
Saat orang-orang tak paham apa yg Beny katakan, aku seoalah mengerti. Saat Beny menangis meronta, orang tuanya justru terus memarahinya menyuruh dia diam. Ah, ingin rasanya memeluknya untuk membuatnya tenang.
Yang paling membuat miris adalah saat arisan warga komplek sebulan lalu di rumah ini. Ibu-ibu komplek satu persatu datang ke rumah orang tua Beny yg cukup mewah. Tak jarang beberapa dari mereka membawa anaknya yang juga seusia Beny.
Saat itu Beny sedang bermain mobil-mobilan di dekat ruang tamu. Ia asik memperhatikan roda yg memutar di mobil-mobilan itu.
"Oh, itu anaknya Bu Nia yg autis", ujar seorang ibu pada ibu yang lain.
Dengan tatapan sinis, mereka memperhatikan gerak - gerik Beny sambil menggenggam erat tangan anaknya seolah ada bahaya yang mengancam.
Hey, aku memang hanya dinding. Tapi aku bersyukur. Paling tidak aku tidak sepicik seperti manusia itu.
Lihat Beny! Ya. Dia memang autis, lalu kenapa?
Ia tidak minta dilahirkan dengan kurang sempurna. Ia pun ingin kita mengerti bahasanya, menerima keberadaannya, bermain bersama. Apa yang salah dengan diri Beny dan anak autis lainnya?
Sehingga kalian begitu bangga saat mengejek kaum penyandang autis.
Karena orang tua Beny berprofesi sebagai polisi dan pengacara, Beny diasuh oleh Suster Eny. Sampai suatu saat Beny yang kembali masuk Rumah Sakit karena susternya lalai memperhatikannya. Kepala Beny lagi - lagi mengeluarkan banyak darah karena ia membenturkan kepalanya sendiri ke dinding, ya, ke aku.
Jika aku mampu, ingin sekali aku mencegah Beny melakukannya, atau sekedar berteriak memanggil suster Eny yang sedang membuatkannya susu di dapur.
Berulang kali karena kejadian yang sama, nyawa Beny selamat. Tapi tidak untuk kali ini. Menurut cerita orang tua Beny, Beny sempat di rawat di Rumah Sakit selama satu jam. Namun karena Beny mengeluarkan banyak darah, nyawanya tidak terselamatkan.
Kini, melihatnya terbujur kaku tanpa nafas, aku sedih. Aku pasti merindukan keasikannya pada dunianya tanpa menyakiti orang lain.
Tuhan memberi label autis pada Beny, semata-mata mungkin untuk membiarkan hati Beny tetap polos, bersih.
Tenanglah Kau di Sisi Tuhan, Beny. Semoga kawan-kawan mu tidak mengalami nasib sepertimu :')
Selengkapnya...
Jumat, 03 September 2010
Rapat Perdana 14-08-10
Untuk pertama kalinya pada hari Sabtu, 14 Agustus 2010 kami mengadakan rapat perdana untuk membahas struktur kepengurusan dan rencana kegiatan yang akan diadakan segera. Pertemuan perdana ini dihadiri oleh dua belas orang anggota yang sebagian besar terkumpul dari Twitter kami @untukmereka. Walaupun dengan orang2 yang datang tergolong masih sedikit untuk disebut sebagai komunitas, namun dari pertemuan perdana hari ini kami menghasilkan beberapa kesepakatan antara lain berupa "perapihan" kepengurusan agar komunitas ini lebih terstruktur dengan masing2 penanggung jawab untuk kegiatan2 yang akan kami lakukan sesegera mungkin.
Kamis, 02 September 2010
29-08-10 Buka puasa bersama & workshop gambar bersama anak yatim
Selengkapnya...











